Ada faktor yang lebih penting dari itu, perpustakaannya. Sebab,
bangsa yang tidak mengenal perpustakaan hanya yang lebih penting dari
itu, perpustakaannya. Sebab, bangsa yang tidak mengenal perpustakaan
hanya akan jadi bangsa bodoh yang sulit berkembang. Karena itu,
bangsa-bangsa besar selalu memiliki perpustakaan, tempat berkumpulnya
orang-orang berilmu. Kali ini kita akan melihat salah satu perpustakaan
paling terkenal, terlengkap dan terbesar di masa silam. Perpustakaan
Alexandria, di Mesir.
Keberadaan perpustakaan besar ini diketahui pertama kali dari inskripsi Tiberius Claudius Balbilus dari Roma (56 SM). Ia menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu dibangun pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolomeus I Soter. Tujuannya untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir. Sang raja, konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban tinggi. Menurutnya hal itu hanya bisa tercapai kalau masyarakatnya cinta pada pengetahuan. Untuk itu ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk menjadi koleksi perpustakaan ini, agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis di atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan. Sebelum menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari Ephesus (akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2 SM), Aristarchus dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), Erasthosthenes dan Didymus Chalcenterus (abad 1 SM), ahli tata bahasa.
Di perpustakaan ini juga banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, ajang tukar pikiran para ilmuwan. Topik yang dibahas beragam, mulai dari sejarah, filsafat, sastra hingga ilmu eksakta.Karena itu tak mengherankan banyak ilmuwan yang lahir dari sini. Di antara yang terkenal adalah Archimedes. Disinilah ia menemukan teori-teori fisikanya.
Keberadaan perpustakaan besar ini diketahui pertama kali dari inskripsi Tiberius Claudius Balbilus dari Roma (56 SM). Ia menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu dibangun pada awal abad ke-3 SM oleh Ptolomeus I Soter. Tujuannya untuk menarik orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir. Sang raja, konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban tinggi. Menurutnya hal itu hanya bisa tercapai kalau masyarakatnya cinta pada pengetahuan. Untuk itu ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia untuk menjadi koleksi perpustakaan ini, agar seluruh masyarakat bisa belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis di atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan. Sebelum menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari Ephesus (akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2 SM), Aristarchus dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), Erasthosthenes dan Didymus Chalcenterus (abad 1 SM), ahli tata bahasa.
Di perpustakaan ini juga banyak diselenggarakan berbagai pertemuan intelektual, ajang tukar pikiran para ilmuwan. Topik yang dibahas beragam, mulai dari sejarah, filsafat, sastra hingga ilmu eksakta.Karena itu tak mengherankan banyak ilmuwan yang lahir dari sini. Di antara yang terkenal adalah Archimedes. Disinilah ia menemukan teori-teori fisikanya.
Koleksi Lengkap Perpustakaan ini memiliki 700.000 koleksi buku yang disusun menurut
tema. Beberapa koleksinya yang berharga adalah: syair-syair karya Homer
dan Hesiod. Naskah-naskah drama karya Sophocles, Euripides, dan
Aristophanes. Buku-buku filsafat karya Plato dan Aristoteles. Buku-buku
sejarah karya Hecataeus dan Herodotus. Buku-buku fisika karya Archimedes
dan Hipparchus. Serta buku-buku kedokteran Medicine Corpus of
Hippocrates dan Herophilus (anatomi). Satu-satunya salinan Undang-undang
Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa, juga
dikoleksi di sini.
Selain mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga membuat sejarah Mesir lengkap.Usaha ini melibatkan banyak sejarahwan dari berbagai negara seperti Manethon dan Hecateus dari Abdera. Diodorus, sejarahwan terkenal masa silam merekam usaha itu dalam laporannya yang berbunyi, “Bukan hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat jauh seperti Thebes. Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka bekerja sangat cermat.”
Hilangnya Harta Berharga Sungguh disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib buruk. Diketahui ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus. Tujuannya untuk menghambat gerakan lawan. Julius Caesar tahu penduduk Alexandria sangat cinta pada perpustakaannya, bila bangunan itu dibakar mereka semua pasti beramai-ramai memadamkan api, dan membiarkan Julius Caesar pergi. Taktik itu berhasil. Hampir seluruh warga kota beserta pasukan kerajaan dikerahkan untuk memadamkan kebakaran itu. Mereka berusaha menyelamatkan dokumen-dokumen berharga. Meski demikian, tak kurang dari 40.000 buku hangus terbakar. Hal itu menimbulkan kesedihan mendalam di hati warga Alexandria.
Kerusakan kedua dan ketiga disebabkan oleh penyerangan bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM dan perusakan oleh Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut. Bahasa lain, tutup buku. Tak terkembang lagi!
Tak ada lagi perpustakaan yang sebanding dengannya hingga tongkat ilmu pengetahuan beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim kemudian membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al ‘ilm (greece. org/history.com/wikipedia. org/norwegia.or.id/bibalex.org/ce. eng. usf.edu/bede.org.uk/alexandria. lib.va. us)
Selain mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga membuat sejarah Mesir lengkap.Usaha ini melibatkan banyak sejarahwan dari berbagai negara seperti Manethon dan Hecateus dari Abdera. Diodorus, sejarahwan terkenal masa silam merekam usaha itu dalam laporannya yang berbunyi, “Bukan hanya pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat jauh seperti Thebes. Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka bekerja sangat cermat.”
Hilangnya Harta Berharga Sungguh disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali dihantam nasib buruk. Diketahui ada tiga kejadian yang merusak perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen berjudul Kronik Perang Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus. Tujuannya untuk menghambat gerakan lawan. Julius Caesar tahu penduduk Alexandria sangat cinta pada perpustakaannya, bila bangunan itu dibakar mereka semua pasti beramai-ramai memadamkan api, dan membiarkan Julius Caesar pergi. Taktik itu berhasil. Hampir seluruh warga kota beserta pasukan kerajaan dikerahkan untuk memadamkan kebakaran itu. Mereka berusaha menyelamatkan dokumen-dokumen berharga. Meski demikian, tak kurang dari 40.000 buku hangus terbakar. Hal itu menimbulkan kesedihan mendalam di hati warga Alexandria.
Kerusakan kedua dan ketiga disebabkan oleh penyerangan bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM dan perusakan oleh Theophilus. Pada 300 M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut. Bahasa lain, tutup buku. Tak terkembang lagi!
Tak ada lagi perpustakaan yang sebanding dengannya hingga tongkat ilmu pengetahuan beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim kemudian membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al ‘ilm (greece. org/history.com/wikipedia. org/norwegia.or.id/bibalex.org/ce. eng. usf.edu/bede.org.uk/alexandria. lib.va. us)
SIAPA YG MEMBAKAR PERPUSTAKAAN PALING TERMASYUR DUNIA DI ALEXANDRIA ? Ada yg mengatakan bahwa Bibliotheca Alexandrina atau the Royal Library bersejarah itu diluluh-lantahkan Kaisar Romawi Julius Caesar (100-44 SM). Salah satu dasar tuduhan ini adalah bahwa Caesar sendiri menulis dlm bukunya ‘Alexandrian Wars’
(Perang2 Alexandria) bahwa api yg dibakar pasukannya utk membakar
angkatan laut Mesir di pelabuhan Alexandria juga melahap sebuah ‘gudang/tempat penyimpanan penuh dgn papirus dan berlokasi didekat pelabuhan.’ TETAPI, lokasi Bibliotheca Alexandrina ini berada di Bruchion, bukan di pelabuhan. Jadi, ‘gudang/tempat penyimpanan’ itu bukan perpustakaan yg dimaksud.
Tuduhan ini juga dibantah dlm buku Geography yg ditulis oleh Strabo. Ia mengunjungi Alexandria th 25 SM
dan bukunya menggunakan referensi yg berada dlm Perpustakaan
Alexandria, yg berarti bahwa Bibliotheca itu masih EKSIS pada saat itu.
Belum lagi, Cicero, sejarawan Romawi yg paling terkenal di
jamannya, dan sangat membenci Julius Caesar, bahkan sama sekali tidak
menyebut peristiwa pembakaran itu dlm bukunya Philippics. Ini saja membuktukan bahwa Caesar bebas dari tuduhan ini.
Yg setuju bahwa Julius Caesar membakar sang Bibliotheca bisa dilihat dari :
-sejarawan Plutarch, yg menyebutnya dlm bukunya Life of Caesar, yg ditulis pada akhir abad 1M, bahwa Caesar membakar perpustakaan Alexandria saat ia membakar angkatan laut Mesir.
- di abad 2M, sejarawan Aulus Gellius menulis dlm Attic Nights bahwa perpustakaan itu dibakar secara tidak sengaja oleh tentara Romawi Caesar.
- di abad 4M, sejarawan pagan, Ammianus Marcellinus dan Orosius (Kristen) setuju bahwa perpustakaan itu dibakar secara tidak sengaja, menyusul api yg dimulai Caesar. Namun kemungkinan besar sejarawan2 ini mencampur-adukkan dua kata Yunani ini : bibliothekas, yg berarti “kumpulan buku2” dgn bibliotheka, yg berarti Perpustakaan.
Akibatnya, mereka menyangka bahwa ‘pembakaran buku2 yg disimpan
didekat pelabuhan’ adalah pembakaran Perpustakaan termasyur Alexandria.
Mencari jalan tengah dari kesimpulan2 diatas, kemungkinan besar the Royal Alexandrian Library
itu dibakar setelah kunjungan Strabo ke kota itu (25SM) tapi sebelum
permulaan abad 2M. Kemungkinan juga bahwa perpustakaan itu dibakar oleh
pihak selain Caesar.
Yang jelas adalah bahwa the Royal Alexandrian Library, atau yg juga dijuluki sang Museum,
yg mencakup versi2 orisinal buku2 yg paling penting didunia, BUKAN
satu2nya perpustakaan dlm kota itu. Paling tidak ada DUA perpustakaan
lain di kota itu : perpustakaan milik Kuil Serapeum dan perpustakaan Kuil Cesarion. Kontinuitas kehidupan sastra dan saintifik di Alexandria setelah penghancuran the Royal Library
itu, dan berkembangnya kota itu sbg pusat dunia bagi sains dan sastra
antara abad 1 dan 6M, sebagian besar juga tergantung pada kehadiran
kedua perpustakaan lain itu.
The Royal Library merupakan sebuah perpustakaan privat keluarga
kerajaan Mesir, para saintis dan periset, sementara perpustakaan2 kuil2
Serapeum & Cesarion adalah perpustakaan2 yg terbuka bagi rakyat
umum. Perpustakaan megah itu didirikan oleh Kaisar Ptolemy II
Philadelphus di kompleks kerajaan Bruchion didekat istana2 dan taman2
kerajaan, sementara puteranya, Ptolemy III, mendirikan perpustakaan
Serapeum dikawasan populer, Rhakotis. Kemudian, Serapeum dikenal sbg
Perpustakaan Cabang Puteri (the Daughter Library), karena mengandung
versi2 orisinal buku2 dlm perpustakaan induk, the Royal Library.
Setelah pembakaran the Royal Library, Serapeum, yg lebih besar dari
Cesarion, menjadi perpustakaan utama kota itu. Rujukan sejarah pertama
ttg perpustakaan ini ditemukan dlm buku The Apology oleh penulis Kristen, Tertullian (155-230M). Dlm bukunya, Tertullian menyebut bahwa perpustakaan raja2 Ptolemi
itu disimpan dlm perpustakaan Serapeum, dan diantaranya termasuk copy
Perjanjian Lama yg dikunjungi Yahudi2 Alexandria yg ingin mendengarkan
pembacaannya. Jadi, kalau kita mengasumsi bahwa ‘perpustakaan raja2
Ptolemi’ ini sbg the Royal Library, kita bisa simpulkan bahwa versi2
orisinal dari the Royal Library telah dipindahkan ke perpustakaan Serapeum.
Analisa ini didukung oleh Surat2 Aristeas (penulis Yahudi Alexandria)
pada akhir abad 1M dan menyatakan bahwa manuskrip2 the Royal Library
dipindahkan dari perpustakaan induk ke Serapeum. Akhirnya, thn 379M,
Santo Yohanes Chrysostom merujuk pada perpustakaan Serapeum dlm
pidatonya kpd rakyat Antiochian, bahwa perpustakaan itu mengandung versi
orisinal Perjanjian Lama (Septuagint) shg Ptolemy II Philadelphus memerintahkannya agar diterjemahkan dari bhs Yahudi ke ke bhs Yunani.
Th 391M, Paus Theophilus dari Alexandria memerintahkan bagi
dihancurkannya kuil pagan Serapeum dan mendirikan gereja diatas
puing2nya. Tapi penghancuran kuil itu TIDAK mempengaruhi perpustakaan
disebelahnya, kemungkinan besar karena mengandung buku2 Yahudi dan
Kristen, selain buku2 sains yg penting bagi ilmuwan2 pagan maupun
Kristen. Jadi, sampai akhir abad 6M, kita masih bisa menemukan referensi
sejarah ttg eksistensi perpustakaan Serapeum di Alexandria. Salah satu
referensi itu adalah deskripsi filsuf Alexandria, Ammonius, ttg perpustakaan itu dan buku2 yg
dikandungnya, termasuk dua copy dari the Categories’nya Aristotel.
NAH, ketika pasukan2 ARAB menginvasi Alexandria dibawah komando Amr Ibn Al Aas
bln Desember 22, 640M, mereka menghancurkan tembok2 Alexandria dan
menjarah kota itu. Lalu Ibn Al Aas berkenalan dgn seorang teolog Kristen
tua atas nama John Philoponus (atau John Grammaticus). Philoponus,
pengikut Ammonius, dikenal Arab sbg Yehia Al Nahawi. Tulisan2nya sangat penting bagi transfer budaya Yunani kpd kaum Arab.
Setelah berbagai diskusi religous antara Philoponus dan Ibn Al Aas
ttg sifat ilahi Kristus dan Trinitas, Philoponus meminta Ibn Al Aas utk
menjamin keselamatan buku2 dlm Perpustakaan Alexandria, karena “lain
dari toko2, istana dan taman2 kota itu, buku2 itu tidak ada gunanya bagi
Amr dan gerombolannya.” TAPI kemudian, Ibn Al Aas bertanya ttg asal
usul buku2 itu dan apa guna mereka. Philoponus mulai meriwayahkan cerita
the Bibliotheca Alexandrina sejak pendiriannya oleh Ptolemy II
Philadelphus.
TAPI jawaban Amr Ibn Al Aas adalah, keputusan ada ditangan kalifnya,
Umar Ibn Al Khattab. Ibn Al Aas lalu menulis kpd Umar dan meminta
nasehatnya ttg apa yg harus dilakukan terhdp perpustakaan dan buku2nya.
sambil menunggu jawabannya, Ibn Al Aas memberi ijin kpd Philoponus utk
mengunjungi perpustakaan itu, ditemani pengikut Yahudi Philoponus,
Philaretes si ahli fisikia (Philaretes adalah penulis buku medis ttg
detak jantung).
Beberapa hari kemudian jawaban Umar datang. Isinya : “[…] sehubungan
dgn buku2 yg anda sebut, jika mereka mengandung hal2 yg sesuai dgn buku
Allah (Quran), maka buku Allah sudah cukup (tidak diperlukan buku2
lain). Dan jika mereka mengandung buku2 yg mengkontradiksi buku Allah,
maka kita tidak memerlukannya.”
Ibn Al Aas serta merta memerintahkan buku2 itu dilemparkan ke ribuan
sumur2 tempat pemandian di Alexandria dan dibakar. Apinya masih berguna
utk keperluan menghangatkan tentara2 Muslim.
Dlm bukunya, History of the Wise Men, sejarawan Muslim, Al
Qifti, menyebut ttg pembakaran buku2 ini yg berlangsung sampai ENAM
BULAN, dan buku2 yg diselamatkan hanya buku2 Aristotel, Euclid -sang pakar matematika dan Ptolemy-sang geografer.
Cerita pembakaran perpustakaan Serapeum di tangan Muslim juga
didukung oleh kesaksian sejarawan Muslim dan Arab spt bapak sejarawan
Mesir, Al Makrizi, dlm Sermons and Lessons in the Mention of Plans and Monuments, The Index-nya Ibn Al Nadim, dan buku Georgy Zeidan, History of Islamic Urbanization.
Dlm bukunya, Prolegomena, sejarawan Muslim Ibn Khaldun
mendukung cerita pembakaran Bibliotheca Alexandrina oleh Muslim
mengingat sikap Arab jaman itu terhadap buku2 pada umumnya, spt membuang
buku2 Persia dlm air dna api oleh pemimpin Arab, Saad Ibn Abi Waqqas,
lagi2 menyusul perintah Kalif Umar yg mengatakan kpd Ibn Abi Waqqas dlm
sebuah surat : “Jika [buku2 ini] mencakup pengarahan, [ketahuilah
bahwa] Allah memberikan kami pengarahan yg lebih baik. Dan kalau mereka
mengandung pembelokan, maka semoga Allah melindungi kami.”
Persis MUSLIM di abad 7M:
Berlin, Mei 10, 1933 – saat siswa2 Jerman dari universitas yg dianggap
paling jitu didunia, berkumpul di Berlin dan kota2 lainnya utk membakar
buku2 yg mengandung ide2 yg ‘tidak Jermani’ yg ditulis musuh2 Allah
mereka (Hitler), yi Freud, Einstein, Thomas Mann, Jack London, H.G.
Wells sambil meneriakkan versi Allahu Akbar mereka : ‘SIEG HEIL, SIEG HEIL’ !! Hanya ucapan, filosofi dan ajaran2 sang allah merangkap kalif, HITLER, yg boleh beredar.